1. Masa bayi (infancy) ditandai
adanya kecenderungan trust – mistrust. Perilaku bayi didasari oleh
dorongan mempercayai atau tidak mempercayai orang-orang di sekitarnya.
Dia sepenuhnya mempercayai orang tuanya, tetapi orang yang dianggap
asing dia tidak akan mempercayainya. Oleh karena itu kadang-kadang bayi
menangis bila di pangku oleh orang yang tidak dikenalnya. Ia bukan saja
tidak percaya kepada orang-orang yang asing tetapi juga kepada benda
asing, tempat asing, suara asing, perlakuan asing dan sebagainya. Kalau
menghadapi situasi-situasi tersebut seringkali bayi menangis.
2.Masa kanak-kanak awal (early childhood) ditandai
adanya kecenderungan autonomy– shame, doubt. Pada masa ini
sampai-batas-batas tertentu anak sudah bisa berdiri sendiri, dalam arti
duduk, berdiri, berjalan, bermain, minum dari botol sendiri tanpa
ditolong oleh orang tuanya, tetapi di pihak lain dia ga telah mulai
memiliki rasa malu dan
keraguan dalam berbuat, sehingga seringkali minta pertolongan atau persetujuan dari orang tuanya.
3. Masa pra sekolah (Preschool Age) ditandai
adanya kecenderungan initiative – guilty. Pada masa ini anak telah
memiliki beberapa kecakapan, dengan kecakapan-kecakapan tersebut dia
terdorong melakukan beberapa kegiatan, tetapi karena kemampuan anak
tersebut masih terbatas adakalanya dia mengalami kegagalan.
Kegagalan-kegagalan tersebut menyebabkan dia memiliki perasaan bersalah,
dan untuk sementara waktu dia tidak mau berinisatif atau berbuat.
4.Masa Sekolah (School Age) ditandai
adanya kecenderungan industry–inferiority.Sebagai kelanjutan dari
perkembangan tahap sebelumnya, pada masa ini anak sangat aktif
mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya. Dorongan untuk
mengatahui dan berbuat terhadap lingkungannya sangat besar, tetapi di
pihak lain karena keterbatasan-keterbatasan kemampuan dan pengetahuannya
kadang-kadang dia menghadapi kesukaran, hambatan bahkan kegagalan.
Hambatan dan kegagalan ini dapat menyebabkan anak merasa rendah diri.
5.Masa Remaja (adolescence) ditandai
adanya kecenderungan identity – Identity Confusion. Sebagai persiapan
ke arah kedewasaan didukung pula oleh kemampuan dan kecakapan–kecakapan
yang dimilikinya dia berusaha untuk membentuk dan memperlihatkan
identitas diri, ciri-ciri yang khas dari dirinya. Dorongan membentuk dan
memperlihatkan identitas diri ini, pada para remaja sering sekali
sangat ekstrim dan berlebihan, sehingga tidak jarang dipandang oleh
lingkungannya sebagai penyimpangan atau kenakalan. Dorongan pembentukan
identitas diri yang kuat di satu pihak, sering diimbangi oleh rasa setia
kawan dan toleransi yang besar terhadap kelompok sebayanya. Di antara
kelompok sebaya mereka mengadakan pembagian peran, dan seringkali mereka
sangat patuh terhadap peran yang diberikan kepada masing-masing
anggota.
6.Masa Dewasa Awal (Young adulthood) ditandai
adanya kecenderungan intimacy –isolation. Kalau pada masa sebelumnya,
individu memiliki ikatan yang kuat dengan kelompok sebaya, namun pada
masa ini ikatan kelompok sudah mulai longgar. Mereka sudah mulai
selektif, dia membina hubungan yang intim hanya dengan orang-orang
tertentu yang sepaham. Jadi pada tahap ini timbul dorongan untuk
membentuk hubungan yang intim dengan orang-orang tertentu, dan kurang
akrab atau renggang dengan yang lainnya.
7.Masa Dewasa (Adulthood) ditandai
adanya kecenderungan generativity – stagnation. Sesuai dengan namanya
masa dewasa, pada tahap ini individu telah mencapai puncak dari
perkembangan segala kemampuannya. Pengetahuannya cukup luas,
kecakapannya cukup banyak, sehingga perkembangan individu sangat pesat.
Meskipun pengetahuan dan kecakapan individu sangat luas, tetapi dia
tidak mungkin dapat menguasai segala macam ilmu dan kecakapan, sehingga
tetap pengetahuan dan kecakapannya terbatas. Untuk mengerjakan atau
mencapai hal – hal tertentu ia mengalami hambatan.
8.Masa hari tua (Senescence) ditandai
adanya kecenderungan ego integrity – despair. Pada masa ini individu
telah memiliki kesatuan atau intregitas pribadi, semua yang telah dikaji
dan didalaminya telah menjadi milik pribadinya. Pribadi yang telah
mapan di satu pihak digoyahkan oleh usianya yang mendekati akhir.
Mungkin ia masih memiliki beberapa keinginan atau tujuan yang akan
dicapainya tetapi karena faktor usia, hal itu sedikit sekali kemungkinan
untuk dapat dicapai. Dalam situasi ini individu merasa putus asa.
Dorongan untuk terus berprestasi masih ada, tetapi pengikisan kemampuan
karena usia seringkali mematahkan dorongan tersebut, sehingga
keputusasaan acapkali menghantuinya.
Komentar
Posting Komentar