A. Suku Palembang
Mengarak Pacar adalah penutup dari sekian tahap prosesi dalam adat pernikahan di palembang yang intinya berisikan acara arak-arakan rombongan keluarga mempelai pria ke rumah mempelai wanita. Ketika sampai di rumah mempelai wanita dan disambut oleh ibu mempelai wanita para sesepuh yang dituakan di pihak mempelai wanita kemudian akan menaburkan beras yang telah dicampur denagan uang recehan kepada mempelai pria beserta rombongannya
Suku Melayu Palembang
atau yang lebih dikenal dengan Suku Palembang merupakan salah satu kelompok etnis
terdekat dari Suku Komering. Suku Palembang juga tidak mendiami wilayah Kota
Palembang saja, tetapi juga mendiami wilayah Kabupaten Ogan Ilir (Seperti
Kecamatan Tanjung Raja, Kecamatan Pemulutan, dan Kecamatan Indralaya). Dan
wlayah Kabupaten Ogan Komering Ilir (Seperti Kecamatan Kota Kayu Agung, dan
Kecamatan Jejawi). Kebanyakan keturunan suku Palembang ini juga banyak menyebar
di wilayah Bengkulu, dan Jambi.
B. Kebudayaan dan Adat Istiadat Palembang
Kalau bicara
kota dengan pendapatan perkapita paling tinggi di Indonesia, maka semua akan
tertuju pada kota Palembang. Kota Palembang merupakan salah satu kota di
provinsi Sumatera Selatan sekaligus ibu kotanya. Lokasinya di tepi Sungai Musi.
Dari 1,2 juta
penduduk kota Palembang, 40-50% adalah suku Palembang. Suku Palembang dibagi
dalam dua kelompok, yaitu Wong Jeroo dan Wong Jabo. Wong Jeroo merupakan
keturunan bangsawan/hartawan dan sedikit lebih rendah dari orang-orang istana
dari kerajaan zaman dulu yang berpusat di Palembang. Sementara Wong Jabo adalah
rakyat biasa.
Beberapa
kalangan berpendapat bahwa suku Palembang merupakan hasil dari peleburan bangsa
Arab, Cina, suku Jawa dan kelompok-kelompok suku lainnya di Indonesia.
Banyak orang
Palembang menjadi pegawai pemerintahan. Namun ada pula yang bekerja sebagai
pedagang di pasar, buruh, nelayan, guru, atau sebagai pengrajin kerajinan
tangan Luasnya ladang minyak di Palembang menjadi kekayaan tersendiri kota
Palembang.
Tradisi yang
telah mengakar dalam budaya suku Palembang dan telah dijalankan selama beberapa
abad sebagai pedagang, ialah sebagian kecil pedagang menjajakan dagangannya di
atas permukaan air sungai Musi dengan menggunakan perahu. Selain menjadi
pedagang, orang Palembang juga banyak yang berhasil menduduki sektor penting di
pemerintahan Sumatera Selatan, dan juga tidak sedikit yang berhasil di
perantauan dalam segala bidang, termasuk menjadi pejabat pemerintahan Indonesia
dan beberapa sukses menjadi artis, sedangkan yang lain juga banyak bekerja di
sektor swasta dan lain-lain.
Banyak orang
Palembang yang masih tinggal di rumah panggung yang didirikan di atas air.
Rumah limas menjadi model arsitektur rumah khas Palembang untuk melindungi dari
banjir (ketika sungai Musi sedang mengalami pasang).
Suami atau
ayah berfungsi sebagai pelindung rumah tangga dengan tugas pokok mencari nafkah
dalam sistem kekeluargaan suku Palembang. Sedangkan istri bertanggung jawab
menjaga ketertiban dan keharmonisan rumah tangga. Keberhasilan seorang istri
ditentukan oleh ungkapan para suami yang berkata “rumah tanggaku adalah
surgaku”. Sebuah keluarga lebih mengharapkan anak laki-laki dari pada anak
perempuan. Para kakek-kakek dari kedua belah pihak menganggap cucu lelaki
sebagai jaminan dan bakal negeri (memperkuat kekuatan mereka) dan negakke jurai
(jaminan sebagai penerus garis keturunan mereka).
Islam menjadi
agama yang dianut sebagaina besar orang Palembang. Sondok piyogo atau dalam
bahasa Indonesia berarti “Adat dipangku, syari'at dijunjung” merupakan semboyan
yang dipegang teguh oleh suku Palembang. Semboyan tersebut bermakna bahwa
meskipun mereka sudah mengecap pendidikan tinggi, mereka tetap mempertahankan
adat kebiasaan suku Palembang.
Lapangan
pekerjaan merupakan masalah sosial suku Palembang. Karena pengangguran menjadi
masalah bagi orang Palembang. Orang Palembang dikenal sebagai orang yang sulit
atau bahkan tidak mau melakukan pekerjaan kasar. Modernisasi merupakan momok
bagi suku Palembang di mana kebudayaan mereka akan mengalami perubahan hingga
kemerosotan.
Dalam kesehariannya, suku
Palembang berbicara dalam bahasa Palembang. Bahasa Palembang sendiri merupakan
bagian atau varian dari bahasa Melayu atau sering disebut sebagai bahasa Melayu
Palembang. Bahasa Palembang menggunakan dialek “o” pada akhir setiap kata.
Inilah yang membedakan bahasa Melayu Riau dan Melayu Malaysia dengan bahasa Melayu
Palembang. Adapun dialek bahasa Melayu Palembang ini memiliki dua dialek
bahasa, yaitu baso Palembang Alus dan baso Palembang Sari-Sari
C. Makanan Khas Palembang
Palembang banyak menyimpan
beberapa makanan khas lainnya yang tentunya enak. Berikut ini adalah makanan
khas dari palembang :
1. Pempek
Pempek, makanan khas
Palembang yang menggunakan bahan dasar utama daging ikan dan sagu. Ragam jenis
pempek yang terdapat di Palembang antara lain pempek kapal selam, pempek
lenjer, pempek keriting (kerupuk), pempek adaan, pempek kulit, pempek pistel,
pempek kates, pempek isi ebi, pempek lenggang, pempek panggang, pempek belah
dan pempek otak - otak. Sebagai pelengkap menyantap pempek, masyarakat
Palembang biasa menambahkan saus kental berwarna kehitaman yang terbuat dari
rebusan gula merah, cabe dan udang kering yang oleh masyarakat setempat disebut
saus cuka (cuko).
2. Tekwan
Tekwan,
makanan khas Palembang yang mirip dengan sup ikan. Tekwan merupakan pempek yang
kemudian ditambahkan kaldu udang sebagai kuah, serta soun, bengkuang rebus, dan
jamur kuping sebagai pelengkap dengan ditaburi bawang goreng dan seledri.
3. Model
Model, mirip tekwan
tetapi bahan dasar tahu yang diisi dengan adonan pembek, kemudian dipotong
kecil kecil dan ditambah kaldu udang sebagai kuah serta soun dan bengkuang
sebagai pelengkap. Ada 2 jenis model, yakni Model Ikan (Model Iwak) dan Model
Gandum (Model Gendum).
4. Laksan
Laksan,
berbahan dasar pempek lenjer tebal, dipotong melintang dan kemudian disiram
kuah santan pedas.
5. Celimpungan
Celimpungan,
mirip laksan, akan tetapi adonan pempeknya dibentuk mirip tekwan yang lebih
besar dan disiram kuah santan.
6. Tempoyak
Tempoyak,
sambal khas Palembang yang bahan dasarnya adalah buah durian yang ditumis
beserta irisan cabai dan bawang, bentuknya kental seperti saus dan biasa
disantap sebagai pelengkap makanan.
7. Kue Maksuba
Kue Maksubah, kue khas
Palembang yang berbahan dasar utama telur bebek dan susu kental manis. Dalam
pembuatannya telur yang dibutuhkan dapat mencapai sekitar 28 butir. Adonan
kemudian diolah mirip adonan kue lapis. Rasanya enak, manis dan legit. Kue ini dipercaya
sebagai salah satu sajian istana Kesultanan Palembang yang seringkali disajikan
sebagai sajian untuk tamu kehormatan. Namun saat ini kue maksubah dapat
ditemukan di seluruh Palembang dan sering disajikan di hari raya.
8. Martabak Har
Martabak HAR
memang mirip seperti pada martabak telur pada umumnya, akan tetapi berbahan
dasar kulit yang terbuat dari tepung terigu, yang diberi 2 telor bebek dan
telor ayam,kuahnya berbahan kari kambing yang dicampur kentang, beserta saus
kecap asam dengan irisan cabai rawit.
9. Pindang Tulang
Pindang
Tulang, berbahan dasar tulang sapi dengan sedikit daging yang masih menempel
dan sumsum di dalam tulang, direbus dengan bumbu pedas, sama halnya dengan
pindang patin, makanan ini nikmat disantap sebagai lauk dengan nasi putih
hangat
10. Kue Srikayo
Kue Srikayo,
berbahan dasar utama telur dan daun pandan, bentuk dan rasanya manis mirip
seperti puding pandan.
11. Burgo
Makanan khas Palembang
yang terbuat dari tepung beras, yang dibuat gulungan seperti lontong, kemudian
disiram kuah santan. Biasa dikonsumsi untuk sarapan.
12. Roti Maryam
Makanan khas
ini mirip seperti roti canai khas India, yang dilengkapi oleh kuah kari dengan
potongan daging kambing dan kentang, serta saus kecap asam dengan irisan cabai
rawit untuk penambah rasa.
13. Malbi
Makanan ini
rasanya seperti campuran antara semur daging dengan rendang khas Padang, akan
tetapi rasa manis dan panasnya lada yang sangat dominan disini menjadi khas
untuk makanan satu ini.
14. Mie Celor
Mie dengan
kuah santan ini sangat nikmat. Dihidangkan dengan tauge dan irisan daun seledri
serta bawang goreng.
D. Tarian Adat Palembang
1.
Tari
Gending Sriwijaya
Tarian ini digunakan untuk menyambut para tamu istimewa yang bekunjung
ke Palembang, seperti kepala negara, tamu negara, serta menteri kabinet, kepala negara / pemerintahan
negara sahabat, duta - duta besar atau
yang dianggap setara dengan itu. Tarian ini berasal dari masa kejayaan
kemaharajaan Sriwijaya di Kota Palembang yang mencerminkan sikap tuan rumah
yang ramah, gembira dan bahagia, tulus dan terbuka terhadap tamu yang istimewa
itu.
Tarian Gending Sriwijaya digelarkan oleh 9 penari muda dan
cantik-cantik (penari harus berjumlah ganjil)
yang berbusana Adat Aesan Gede, Selendang Mantri, paksangkong, Dodot dan
Tanggai. Mereka merupakan penari inti yang dikawal dua penari lainnya membawa
payung datombak. Dalam bentuk aslinya
musik pengiring ini terdiri dari gamelan dan gong. Sedang peran pengawal
kadang-kadang ditiadakan, terutama apabila tarian itu dipertunjukkan dalam
gedung atau panggung tertutup. Penari paling depan membawa tepak sebagai
Sekapur Sirih untuk dipersembahkan kepada tamu istimewa yang datang, diiringi dua
penari yang membawa pridon terbuat dari bahan kuningan. Persembahan Sekapur
Sirih ini menurut aslinya hanya dilakukan oleh putri raja, sultan, atau
bangsawan. Pembawa pridon biasanya adalah sahabat akrab atau inang pengasuh
sang putri. Demikianlah pula penari-penari lainnya.
2. Tari
Tanggai
Tari tepak atau tari
tanggai biasa digelarkan untuk menyambut tamu-tamu terhormat. Tarian ini
memiliki persamaan dengan tari Gending Sriwijaya. Bedanya terdapat pada jumlah
penari dan busananya. Tari tepak atau tanggai dibawakan oleh 5 penari sedangkan
tari Gending Sriwijaya 9 penari. Busana penari tepak atau tanggai ini tidak
selengkap busana dan asesoris penari Gending Sriwijaya. Perpaduan gerak gemulai penari melambangkan
keharmonisan hidup masyarakat Palembang. Tari Tanggai sering dipergunakan dalam
acara pernikahan masyarakat Sumatera Selatan dan acara-acara resmi organisasi.
E. Pakaian Adat Palembang
Masing-masing
daerah di Palembang memiliki corak pakaian adat Sumatra Selatan yang
berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lain. Namun meski dari ragam
nampak berbeda, hampir semua pakaian adat di Sumatera Selatan menggunakan kain
Songket dengan teknik pembuatannya
didasarkan pada keterampilan, ketelatenan, kesabaran, dan daya kreasi seni yang
tinggi. Dalam simbol perkawinan masyarakat Sumatra Selatan, kain songket serta
pakaian adat yang diberikan pada saat lamaran, kain songket melambangkan sumber
kehidupan kedua pengantin serta dilihat dari segi kepribadiannya,
pendidikannya, dan status ekonominya.
Pakaian adat Sumatra
Selatan dikenal dengan sebutan Aesan gede yang melambangkan kebesaran, dan
pakaian Aesan paksangko yang melambangkan keanggunan masyarakat Sumatera
Selatan. Pakaian adat ini biasanya hanya digunakan saat upacara adat
perkawinan. Dengan pemahaman bahwa kedua
pengantin bagaikan raja dan ratu.
Pembeda antara
corak Aesan Gede dan Aesan Paksongko yaitu, gaya Aesan Gede berwarna merah
jambu dipadu dengan warna keemasan. Kedua warna tersebut diyakini sebagai
cerminan keagungan para bangsawan Sriwijaya. Dengan gemerlap perhiasan
pelengkap serta mahkota Aesan Gede, bungo cempako, kembang goyang, dan kelapo
standan. Dengan dipadukan baju dodot serta kain songket lepus bermotif napan
perak.
Pada Aesan
Paksangkong. Untuk laki-laki menggunakan songket lepus bersulam emas, jubah
motif tabor bunga emas, selempang songket, seluar, serta songkok emeas yang menghias kepala. Dan
untuk perempuan menggunakan teratai penutup dada, baju kurung warna merah
ningrat bertabur bunga bintang keemasan, kain songket lepus bersulam emas,
serta hiasan kepala berupa mahkota Aesan Paksangkong. Tidak luput pula
pernak-pernik penghias baju seperti perhiasan bercitrakan keemasan, kelapo
standan, kembang goyang, serta kembang kenango.
F. Adat Pernikahan di Palembang
A) Madik
Dalam tradisi
ini keluarga calon mempelai pria yang biasanya diwakilkan oleh kerabat yang
dituakan dalam keluarga mempelai pria berkunjung ke rumah calon mempelai wanita
dengan membawa beberapa tenong atau songket yang berbentuk bulat terbuat dari
anyaman bambu, juga beberapa tenong berbentuk songket segi empat dibungkus
dengan kain batik bersulam benang emas yang berisi bahan makanan, seperti :
mentega, telur, gula untuk diserahkan kepada keluarga calon mempelai wanita
demi untuk memastikan bahwa calon mempelai wanita memang benar-benar telah siap
untuk menjadi istri dan memastikan bahwa calon mempelai wanita tidak sedang
terikat tali perkawinan atau dalam keadaan dipinang oleh pria lain.
B) Menyenggung
Secara
keseluruhan prosesi menyanggung ini hampir sama dengan ketika madik yakni calon
mempelai pria kembali mengutus kerabat yang mereka percaya untuk datang ke
rumah keluarga calon mempelai wanita sambil kembali membawa oleh-oleh kepada
keluarga calon mempelai wanita. Yang berbeda dari prosesi menyanggung ini hanyalah
bahwa pada kedatangan kali ini kedua belah pihak akan membicarakan kesepakatan
dan mengatur tanggal kedatangan berikutnya untuk melamar.
C) Meminang / Melamar
Dalam prosesi
ini seluruh anggota keluarga termasuk orang tua calon mempelai pria akan datang
lengkap ke rumah calon mempelai wanita dengan barang-barang bawaan berupa kain
terbungkus dengan sapu tangan diletakkan diatas nampan, berikut 5 tenong berisi
gula, gandum, juadah, buah-buahan dan lain sebagainya. Jumlah songket atau
tenong selalu ganjil. Barang bawaan lebih lengkap berupa kain, baju, selendang,
alat perhiasan, tas, kosmetik, selop, sepatu dan sebagianya. Juga disertai
pisang setandan sebagai lambang kemakmuran.
D) Mutus Kato dan Berasan
Dalam prosesi
ini pihak yang datang biasanya adalah keluarga dekat calon mempelai serta 9
orang wanita dengan membawa tenong. Utusan yang diwakili juru bicaranya
menyampaikan kata-kata indah kadang berupa pantun. Selanjutnya para utusan
melakukan upacara pengikatan tali keluarga, yakni dengan mengambil tembakau
setumpuk dari sasak gelungan (konde) dan dibagi-bagikan pada para utusan dan
keluarga. Kedua belah pihak mengunyah sirih dengan tembakau yang artinya kedua
keluarga tersebut telah saling mengikat diri untuk menjadi satu keluarga.
E) Akad Nikah / Perkawinan
Seperti
pernikahan pada umumnya, prosesi ini akan dihadiri oleh kerabat dari kedua
mempelai dan adanya mas kawin dari mempelai pria yang akan diserahkan kepada
mempelai wanita. Mas kawin yang diserahkan biasanya berupa perhiasan atau
barang lain sesuai dengan apa yang diminta oleh keluarga pihak wanita dan telah
disetujui pihak pria.
F) Mengarak Pacar
Mengarak Pacar adalah penutup dari sekian tahap prosesi dalam adat pernikahan di palembang yang intinya berisikan acara arak-arakan rombongan keluarga mempelai pria ke rumah mempelai wanita. Ketika sampai di rumah mempelai wanita dan disambut oleh ibu mempelai wanita para sesepuh yang dituakan di pihak mempelai wanita kemudian akan menaburkan beras yang telah dicampur denagan uang recehan kepada mempelai pria beserta rombongannya
Komentar
Posting Komentar